Saya baru saja menyelesaikan pekerjaan pada Jumat sore itu, ketika
sebuah stasiun televisi menyiarkan pergantian presiden PKS secara live
dari kantor DPP PKS di Jalan Simatupang, Jakarta Selatan. Jujur, saya
menangis ketika menyaksikan orasi yang bergelora itu. Butiran air
meleleh dari sudut mata seolah merasakan apa yang meluap-luap dari dada
seorang Anis Matta. Merasakan hentakannya, gemuruhnya, dan
kegelisahannya.
Bukan hanya saya, selang satu hari selepas orasi
yang membiru tersebut, seorang teman yang alumni STAN mengirim BBM bahwa
rekan-rekannya yang sudah hampir dua tahun vakum dari kegiatan
tarbiyah, juga menangis, merasakan kerinduan yang dalam terhadap barisan
kafilah dakwah bernama tarbiyah. Berdasarkan broadcast BBM dan status
rekan-rekan di sosial media, saya tahu bahwa bukan satu dua orang yang
merasakan hal yang sama, tapi banyak kader yang selama ini telah pasif,
terpanggil kembali karena getaran hati mereka menyaksikan orasi sang
ustadz yang berapi-api itu.
Saya membayangkan, sore itu ribuan
kader PKS dari ujung barat sampai timur Nusantara terisak seraya
mengaminkan doa yang dipanjatkan dengan suara bergetar oleh Sang
Presiden, “Allahumma iyyaKa na’budu wa iyyaKa nasta’in… duhai Allah, sungguh hanya kepada-Mu kami menyembah, dan hanya kepada-Mu kami memohon pertolongan…”
Dari
situ saya melihat, bahwa kasus impor sapi ini justru menumbuhkan
kembali semangat kader-kader PKS pada tingkat akar rumput yang selama
ini merasakan “futur nasional”. Bahkan ikhwah yang sudah insilakh pun,
merasakan kerinduan untuk kembali bergabung dalam barisan dakwah ini.
Seorang ikhwah yang tadinya sudah malas tahajjud tiba-tiba termotivasi
untuk rajin bermunajat kembali pada sepertiga malam terakhir, merutinkan
kembali shalat Dhuha dan meningkatkan kembali tilawah Qur’an. Subhanallah, Allah memberikan isyarat melalui kasus ini, agar macan tidur itu kembali bangun.
Namun sebaliknya kader PKS, selayaknya tidak memposisikan diri
sebagai partai yang tidak pernah khilaf. Bagaimanapun kader PKS bukanlah
kumpulan malaikat tanpa cela, namun merupakan sekumpulan manusia yang
hanya berusaha untuk tetap berbuat baik. Khilaf bisa saja terjadi baik
pada kader jundiyah di akar rumput maupun pada level qiyadah. Oleh
karena itu taubat nasional yang diserukan oleh Presiden baru PKS adalah
langkah yang tepat.
Taubat Nasional ini tampaknya akan
mengembalikan ghirah di PKS seperti masa ketika masih bernama Partai
Keadilan. Semangat seperti awal mula partai ini dibangun, namun dengan
jumlah yang lebih besar. Bayangkan, perpaduan antara semangat PK namun
dengan jumlah PKS. Sebuah perpaduan antara ketinggian kualitas dengan
kuantitas. Ini mungkin yang dimaksud Anis Matta dengan istilah
“membangunkan macan tidur PKS!”, dengan sebuah semangat baru yang
menggebu: Tatajafa junubuhum ‘anil madhaji’. Perpaduan yang merupakan faktor pembawa kemenangan.
Ayyuhal ikhwah,
marilah bangkit untuk meraih kemenangan dakwah yang kita harapkan itu.
Bukankah kemenangan hanya didapat setelah melalui medan pertempuran?
Kuatkan rabithah kita, tahajjud dan tafakkur kita. Deraskan kembali air
mata seperti dahulu ketika di awal-awal kita bergerak. Ayyuhal ikhwah,
ana mencintai antum…
Posting Komentar